ToT Literasi Digital dengan Metode KAP: Mencari Simpul Bermakna – “Pilih satu orang yang belum pernah berinteraksi,” Mbak Kiky (Rizky Ika Syafitiri) – master trainer dari Unicef Indonesia menginstruksikan kami untuk memilih pasangan untuk berlatih salah satu cara membangun keakraban/hubungan dengan cepat, yaitu mencari simpul.
Di sebelah kiri saya duduk Pretty Theresya Danda, dari Mitra Muda Unicef yang menjadi wakil BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia). Saat menoleh ke kiri mencari pasangan, saya bertatapan dengan Pretty dan langsung mengajaknya, “Yuk!”
Kami langsung
mempraktikkan poin-poin yang telah disampaikan oleh Mbak Kiky dalam membangun
keakraban, yaitu: mendengarkan dengan baik ketika lawan bicara sedang
menjelaskan, menggunakan bahasa nonverbal yang nyaman (kontak mata, ekspresi,
intonasi), dan mengucapkan nama.
Tugas dalam “mencari
simpul” ternyata tak sederhana. Kami harus mencari kesamaan di antara kami namun
bukan sekadar kesamaan, diminta oleh Mbak Kiky untuk mencari kesamaan yang bermakna.
Nah, di sini tantangannya.
Usia Pretty jauh di bawah
usia saya. Anak sulung saya bahkan lebih tua setahun darinya. Fun fact pertama
ini saja sudah mengisyaratkan tak mudah mencari simpul antara saya dengan
Pretty … tapi ini justru tantangan yang menarik.
Pretty berasal dari Tana Toraja
dan sedang kuliah di Universitas Hasanuddin. Sampai di sini, persamaan kami
hanyalah bahwa saya pernah kuliah di Unhas.
Tentu saja hal itu bukan simpul yang “bermakna” karena kami berbeda jurusan/program
studi. Selain itu, saya punya sejumlah kawan yang juga berasal dari Toraja namun
sekali lagi, fakta ini bukanlah hal bermakna yang bisa menjadi simpul di antara
kami.
Ketemu Juga
Simpulnya …
“Apa ya persamaan kita?”
pertanyaan retorika ini dua kali saya lontarkan kepada Pretty sembari terus
menggali tentangnya. Pretty pun terus menggali informasi tentang diri saya.
Tadinya saya pikir bisa mencari simpul bermakna melalui orang tua Pretty namun
rupanya tidak bisa juga karena kedua orang tuanya sekarang ada di Toraja.
Keduanya pernah kuliah di Unhas tetapi dari FKM dan Faperta sedangkan saya dari
Fakultas Teknik.
Akhirnya setelah Pretty
dan saya cukup panjang bercerita tentang diri kami masing-masing, saya menjadi
tahu gadis ini suka topik parenting – sebuah benang merah yang menarik
karena parenting merupakan salah satu topik yang saya tulis di blog ini.
Di samping itu, saya jadi tahu juga bahwa mahasiswi angkatan 2020 ini suka bidang self development dan psikologi …waah cocok nih, kedua kesukaan Pretty ini menjadi benang merah berikut antara saya dengan Pretty. Akhirnya ketemu juga deh simpul bermakna kami. 😅💦
Hari 1 ToT
Literasi Digital dengan Pendekatan Metode KAP
Hari pertama Training of Trainer (ToT) Literasi Digital
dengan Metode KAP (Komunikasi Antar Pribadi)yang berlangsung tanggal 3 Meilalu di Hotel Melia
berlangsung menyenangkan. Saya merasakan vibrasi positif dari para peserta.
Rasanya mereka semua antusias, tak ada yang melempem. Bisa dilihat dari
ekspresi dan tanggapan selama kegiatan berlangsung. Setiap aktivitas berkelompok
dengan 2, 3, 4 orang, atau lebih selalu berlangsung seru.
UNICEF Indonesia bersama
dengan ICT Watch, sebuah lembaga masyarakat yang memiliki fokus kerja di bidang
literasi digital sejak tahun 2002, dengan didukung oleh Siberkreasi
mengembangkan program Peningkatan Literasi Digital dengan pendekatan KAP ini
untuk melawan hoax melalui pengembangan perilaku sosial.
Kegiatan yang dibuka oleh Ibu Sunarti (Kabid Kesmas
DinKes Kota Makassar) ini melibatkan agen-agen perubahan. Agen perubahan yang
dimaksud adalah tenaga kesehatan, guru, komunitas, penggiat digital, organisasi
keagamaan/kepemudaaan, dan elemen penggiat masyarakat lainnya. Dilaksanakan di 8 kota: Surabaya, Semarang, Banda
Aceh, Makassar, Ambon, Kupang, Mataram, dan Jayapura, KEB (Kumpulan Emak
Blogger) menjadi salah satu komunitas peserta ToT ini. Saya hadir mengikuti ToT
di Makassar bersama Nanie dan Yanti mewakili KEB.
Mengapa metode KAPini penting dalam hal edukasi hoaks? Alasannya
adalah karena hoax sering kali kita terima dari orang terdekat kita.
Bagaimana agar tidak berkembang? Salah satu caranya adalah dengan menyampaikan
edukasi tentang hoax dengan pendekatan personal atau komunikasi
antar pribadi.
Hal ini disampaikan pada awal kegiatan oleh Ibu Siti Eliza Mufti, staf bidang Pendidikan Unicef Indonesia. Ibu Eliza memaparkan:
Berdasarkan survei tri wulanan Unicef – Nielsen tahun 2022 menunjukkan bahwa hoax menyebar dari mulut ke mulut dari orang terdekat. Survei ini juga menunjukkan bahwa 38% populasi survei rentan terhadap hoaks karena mereka tidak dapat mengidentifikasi informasi itu benar atau salah.
Nah, melalui pelatihan literasi
digital ini, diharapkan trainer nantinya bisa menggunakan metode KAP
dalam mengedukasi atau melatih anggota masyarakat. Metode KAP ini terdiri atas
3 prinsip: menambah keakraban, seling mendengarkan dan berbicara, dan mengunci
komitmen. Selama 3 hari, Mbak Kiky mengajak kami untuk mempelajari cara-cara
berkomunikasi dan public speaking dengan pendekatan KAP melalui game dan
praktikyang menyenangkan.
Salah satu yang ditekankan
pada hari pertama ini adalah bagaimana kami bisa saling mengenal nama dan wajah
satu sama lain. Sebuah hal yang cukup sulit bagi saya yang kesulitan mengingat
nama orang yang baru dikenal. Alhamdulillah, pada hari pertama bisa juga
saya mengingat nama sekurangnya 10 orang dari 37 peserta ToT. Mengingat nama
orang memang penting sih ya karena orang yang diingat dan disebut namanya
merasa dihargai dengan demikian akan lebih mudah “menurunkan pagarnya” untuk menyampaikan
pesan komunikasi yang ingin kita sampaikan.
Makassar,
9 Mei 2023
Ceritanya
belum selesai, ya … bersambung ke bagian 2
Baca juga:
- Pentingnya Literasi Digital dan Cara Mengatasi Hoax
- Mengenal Aplikasi Lawan Hoax
- Womenwil: Cerdas Tangkal Hoax, Sukses Go Online
- Mengapa Hoax Masih Langgeng
- 7 Macam Konten Hoax yang Harus Diwaspadai
- Literasi Digital dan Peran Blogger
- Mengapa Makassar Harus Serius Berantas Hoax
- Tips Melawan Hoax dan Digital Hygiene
- Mafindo: Memetakan Hoax di Indonesia
- Tular Nalar, Cara Cerdas Belajar Literasi Digital