Quantcast
Channel: Mugniar | Mamak Blogger Makassar
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1572

3 Pertanyaan yang Mungkin Ditanyakan Selama Saya Ngeblog dan Bikin Happy

$
0
0
“Ibu (berprofesi sebagai) dosen?” dalam minggu ini saja dua kali saya mendapatkan pertanyaan seperti itu. Heran juga, mengapa saya sering mendapatkan pertanyaan itu. Padahal sehari-harinya saya ibu rumah tangga yang senang ngeblog saja. Setelah 5 tahun terakhir aktif ngeblog lagi (sebelumnya, saya pernah ngeblog pada kurun waktu 2006 – 2009), ternyata pertanyaan itu masih sering saya dengar. Selain itu, ada dua pertanyaan lain lagi yang mungkin ditanyakan orang kepada saya. Saya, sih happy-happy saja. Rasanya menyenangkan dilihat sebagai orang terpelajar.


1. Ibu, (berprofesi sebagai) dosen?


Saat saya dan Abby yang seumuran #usiacantik sedang terjebak dalam sebuah event yang didominasi mahasiswa pada hari Selasa lalu, mahasiswa yang duduk tepat di sebelah kanan saya bertanya, “Ibu, dosen?”.

“Bukan. Saya blogger,” jawab saya penuh percaya diri.

Kalau anak muda ini masih penasaran, akan saya perlihatkan blog saya. Siapa tahu saja pembaca blog saya jadi bertambah.

Ternyata apa yang saya pikirkan terjadi. Mahasiswa di samping saya itu bertanya tentang apa kegunaannya ngeblog, apakah saya setiap hari nge-post tulisan, dan beberapa hal lain. Langsung saja saya ambil kesempatan untuk memperkenalkan blog saya padanya dengan membukakan blog ini melalui gadget yang sedang saya pegang. Saya lalu menceritakan padanya hal-hal menarik tentang ngeblog. Ini yang orang bilang “jual diri”. Daan, blogger perlu sesekali melakukannya, biar pembaca blognya makin banyak. Iya, toh?

Dua hari setelah obrolan dengan mahasiswa itu, obrolan yang serupa terjadi lagi. Saat itu saya membeli perlengkapan bayi di toko Mama di Jalan Rappocini Raya. Sudah lama saya berakrab-akrab dengan suami-istri pemilik toko ini karena memang sudah lama menjadi pelanggannya.

“Ibu, dosen?” untuk yang kedua kali, si bapak pemilik toko bertanya kepada saya. Saya bingung mengapa dia menanyakannya lagi. Apakah kesan terpelajar sedemikian kentaranya pada diri saya, ya? Ah, jadi ge er.

Bingung juga, mengapa kami disangka sama :)
Gambar: pixabay.com
Hal yang "mengoneksikan" saya dengan "ibu dosen" :)  Foto: pixabay.com
“Saya sehari-harinya menulis, Koh. Lebih banyak menulis di internet. Nanti saya kasih lihat ki’ blogku,” jawab saya.

Sembari menunggui si bapak itu membungkus kado, kami mengobrol. Tangan saya sibuk menyalakan koneksi internet dan membuka browser. Namun kali ini blog Mugniar’s Note sama sekali tidak mau terbuka. Aish, gagal deh jual diri. Haha tak apalah, yang penting happy.

2. Bagaimana dukungan suami?


Well, jawabannya adalah luar biasa besar. Tanpa restu pak suami, saya tak akan sampai di titik ini. Sering kali malah, ketika saya menyampaikannya kepadanya dengan ragu-ragu mengenai sebuah acara yang akan berlangsung, beliau malah mengatakan, “Pergi maki’, nanti saya yang jaga anak-anak.”

Dukungan suami sangat-sangat besar sejak pertama kali saya mengenal blog. Pada tahun 2006, beliaulah yang mengenalkan blog kepada saya. Pak suami ketika itu menceritakan mengenai “cara baru yang keren dalam menulis”. Lalu beliau membuatkan saya blog. Saat itu kami belum punya koneksi internet. Jadi, setiap mau posting tulisan, beliau mengantar saya ke warnet (warung internet). Biasanya kami ke warnet usai anak-anak tidur, di atas jam sembilan malam. Pulangnya bisa jam dua belas malam.

Buku yang diperoleh suami saya di ulang tahun
Komunitas Blogger Anging Mammiri yag ke-1 :)
Tahun 2007, suami saya menghadiri ulang tahun pertama Komunitas Anging Mammiri. Saya tak hadir malah. Saya menunggui Athifah yang masih berusia 1 tahun ketika itu. Hei, ternyata komunitas kesayangan ini tahun lahirnya sama, ya dengan putriku!

Pulangnya, saya menyimak cerita dari suami saya mengenai komunitas keren ini. Termasuk mengenai Pacca – maskotnya yang waktu itu masih bertangan satu. Waktu itu, pak suami membawa pulang buku Makassar di Panyingkul sebagai salah satu hadiah kuis. Buku itu merupakan salah satu buku yang menjadi buku kesayangan karena membuat saya ngeh dengan penulis-penulis keren di Makassar seperti Kak Lily Yulianti Farid, Kak Luna Vidya, Pak Guru Jimpe, dan Winarni. Saat itu saya belum mengenal mereka. Membaca tulisan mereka di buku itu membuat saya terkesima dan terpesona. Namun akhirnya takdir ngeblog yang saya jalani sejak tahun 2011 membawa saya berkenalan dan mengobrol dengan mereka semua! Amazing!

Kegiatan ngeblog saya yang vakum sama sekali di tahun 2009 akhirnya bersemi lagi di awal tahun 2011. Lagi-lagi peran suami besar sekali di belakangnya. Beliau membuatkan saya blog baru. Blog baru itu akhirnya berganti alamat menjadi www.mugniar.com. Yup, blog ini. Suami tercinta memberikan solusi membuatkan saya blog baru karena blog lama tidak bisa lagi saya masuki. Saya kehilangan kuncinya untuk selamanya sehingga sama sekali tidak bisa masuk lagi. Demi apa suami saya melakukan semua dukungan ini? Demi supaya istrinya HAPPY!

3. Bagaimana perasaannya kalau kalah lomba?


Hahay, santai saja. Sudah lama saya menganggap perlombaan sebagai sebuah seni yang sama sekali tidak bisa ditebak alur logikanya. Sudah lama pula saya belajar untuk tidak mempertanyakan keputusan juri. Justru itulah daya tarik lomba bagi saya!

Adalah sebuah tantangan menarik binti menyenangkan ketika saya harus berusaha menaklukkan hati juri melalui tulisan. Adalah misteri yang sama menariknya bagi saya dalam mendesain bagaimana supaya tulisan saya menjadi unik dan memikat hati juri.

Acara Anging Mammiri bulan Januari lalu. Selalu ada pelajaran berharga dari kegiatan
semacam ini. Kalah lomba, bukan alasan untuk tidak merasa happy.
Sumber gambar: Daeng Nur Terbit
Saya kemudian bisa menjadi pemburu lomba blog ketika sudah merasakan manisnya meraih kemenangan. Ada yang mengira saya sering menang lomba. Hoho, salah sekali. Saya lebih banyak kalahnya ketimbang menangnya, lho. Dari sekira lebih dari 500-an lomba yang saya pernah ikuti, yang saya menangkan tidak sampai 20%-nya, koq.

Malah ada pelajaran-pelajaran baru lainnya yang saya dapatkan. Saya pernah menuliskannya dua kali. Bisa dibaca di tulisan berjudul: Kalah? Alhamdulillah dan Kekalahan Bertubi-Tubi? Masih Ada Celah untuk Berbahagia! dua tahun lalu. Saya sarikan di sini, yah pelajaran yang saya dapatkan:
  • Kekalahan saya anggap sebagai bantal pengalas “kejatuhan”. Semakin sering kalah, semakin tinggi bantal-bantal itu tersusun. Jadi, kalau saya “jatuh” karena kalah, jatuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak besar lagi dampaknya (akibat meningginya bantal pengalas kejatuhan itu). Sesegera mungkin saya bisa bangkit lagi dan meneruskan hidup saya, lalu mencari info lomba lain lagi.
  • Ada bagian-bagian dari kehidupan yang bisa disederhanakan. Jangan dibikin rumit. Kekalahan itu memang cuma kemenangan yang tertunda. Menyikapi kekalahan dengan baik berarti memenangkan jiwa kita dari kegalauan, dari frustrasi, dan dari kejelekan-kejelekan lainnya.
  • Telusuri pengalaman ngeblog di tahun ini. Kalau memang bersungguh-sungguh menulis di tahun ini pasti ada banyak pengalaman dan pelajaran di tahun ini yang tak diperoleh di tahun-tahun sebelumnya. Misalnya nih, pengalaman menjadi nara sumber, pengalaman masuk televisi, dapat tambahan wawasan, bertebarannya undangan event untuk blogger, dan aneka goodie bag yang wajib disyukuri. Intinya, sebenarnya masih banyak celah untuk berbahagia!

Ngeblog itu sejatinya adalah kegiatan yang (seharusnya) dikerjakan dengan happy. Jangan terlalu banyak ketakutan sebelumnya. Juga jangan terlalu banyak memikirkan hal-hal yang bisa mengganggu kesehatan jiwa dan raga. Haha, ini mau bilang apa ya sebenarnya. Ah, sudahlah. Kalau Anda sudah membacanya sampai di sini, seharusnya Anda sudah mendapatkan pesan tulisan ini. So, mari ngeblog seperti saya. Saya ngeblog, saya happy. Maka, hidup pasti terasa lebih nikmat!

Makassar, 18 November 2016


Tulisan ini disertakan dalam lomba blog #10tahunAM

Komunitas Blogger Makassar, Anging Mammiri


Baca juga:



Viewing all articles
Browse latest Browse all 1572

Trending Articles