Quantcast
Channel: Mugniar | Mamak Blogger Makassar
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1568

Berharganya Ruang, Waktu, dan Kesempatan Bagi Anak Difabel

$
0
0
Baru kali ini saya menghadiri peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI). Acara yang dilangsungkan oleh Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Makassar (UNM)ini diselenggarakan di Auditorium Ammanagappa UNMpada tanggal 9 Desember 2018 lalu.


Registrasi dilangsungkan di tempat. Setiap sekolah yang diundang menyiapkan wakilnya, sesuai dengan persyaratan yang diminta. Eh ada juga yang mengirim wakil yang bukan dari kategori yang diminta.

Perasaan saya bahagia melihat kesibukan selama persiapan lomba, selama lomba berlangsung, hingga usai lomba. Bahagia melihat anak-anak difabel (berkemampuan berbeda) diberi ruang untuk mengasah dan unjuk kreativitas dan kemampuan mereka di sini.

Saya lebih suka menggunakan istilah DIFABEL (dari kata difable different ability) atau berkemampuan berbeda ketimbang istilah DISABILITAS (dari kata DISABLE yang berarti tidak mampu). Namun saya masih harus terus melatih diri saya menggunakannya karena di mana-mana memang lazim digunakan kata DISABILITAS, menggantikan kata CACAT dan TUNA.




Kata CACAT dan TUNA sebenarnya tidak berperikemanusiaan digelarkan kepada sesama manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kedua kata ini didefinisikan sebagai berikut:
  • CACAT berarti kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna (yang terdapat pada badan, benda, batin, atau akhlak);  lecet (kerusakan, noda) yang menyebabkan keadaannya menjadi kurang baik (kurang sempurna); cela; aib; tidak (kurang) sempurna.
  • TUNA berarti  ➊ luka; rusak; ❷ kurang; tidak memiliki;
Lomba Foto Keluarga

Mengapa tak berperikemanusiaan? Sebab semua manusia, pasti punya kekurangan dan kelebihan. Percaya, kan bahwa Tuhan itu Maha Adil? Nah, di balik kekurangan yang tampak dari mereka yang difabel, ketahuilah ada selaksa kelebihan yang mereka miliki. Seperti juga di balik sedikit kelebihan kita, ada banyak kekurangan yang berserakan dan selalu berusaha kita sembunyikan dari orang lain!

Anda tak akan tahu maknanya
jikalau tak mempunyai orang dekat
(semisal anak atau saudara) yang
dijuluki dengan kata CACAT atau TUNA ini.
Kalau Anda menerima keadaan anak atau
saudara yang difabel, Anda pasti akan melihat
bahwa dia NORMAL-NORMAL SAJA HANYA SAJA
DIA BERKEMAMPUAN BERBEDA!

Hanya saja caranya bersikap atau bereaksi atau unjuk kemampuan para difabel berbeda dari manusia pada umumnya (yaitu mereka yang menggelari dirinya MANUSIA NORMAL). Dan hanya yang memiliki orang dekat berkeadaan difabel merasakan perih di hatinya kalau ada yang mengatai anaknya atau saudaranya itu TAK NORMAL.


Well, kembali ke Auditorium Ammanagappa pada tanggal 9 Desember lalu. Sekira 20 sekolah dasar (negeri dan swasta) dan Sekolah Luar Biasa (negeri dan swasta) pada hari itu berkompetisi pada 4 macam lomba, yaitu lomba mewarnai, lomba foto keluarga, lomba menyanyi, dan lomba fashion show.

Berkali-kali rasa bahagia dan bangga saya rasakan melihat ekspresi dan kepercayaan diri anak-anak itu ketika unjuk kemampuan. Beberapa bahkan enggan turun dari panggung ketika diberi kesempatan bernyanyi.

Saya takjub dengan kemampuan anak-anak
yang ikut lomba menyanyi, mereka tahu nada
dan tahu kapan suaranya masuk ke nada tertentu
untuk mulai bernyanyi. Ketika ada jeda, hanya
instrumen yang tedengar, mereka piawai mendengar
nada dan menentukan pada nada yang bagaimana
mereka harus bernyanyi kembali. Anak-anak itu
punya kecerdasan musikal!


Sekilas pelaksanaan Peringatan Hari Disabilitas Internasional, 
9 Desember 2018. Serunya lomba nyanyi dan lomba peragaan busana
bisa dilihat di sini

Lebih dari itu, semua anak yang mengikuti lomba adalah anak-anak yang luar biasa. Mereka mampu berkompetisi dan kelihatannya sudah pada tahu ada risiko kalah dalam berlomba. Penyelenggaranya pun luar biasa. Panitia HDI terdiri atas para mahasiswa PLB UNM sementara yang menjadi juri adalah para dosennya. Ketika menunggu proses penjurian, baik dosen, mahasiswa, dan para peserta menghabiskan waktu dengan bernyanyi dan joget bersama.

Tiba juga di penghujung acara. Satu per satu nama pemenang untuk tiap jenis lomba dan kategori diumumkan. Betapa berbinar bola mata mereka yang pulang membawa piala kemenangan. Rona bahagia menyemburat dari wajah-wajah mereka. Tetapi tak kurang bahagianya pula mereka yang pulang tanpa membawa piala. Di tangan mereka ada properti penyemangat berupa umbul-umbul mini dan pulpen yang diberikan oleh kakak-kakak panitia sebagai kenang-kenangan.

Motivasi dari PLB UNM

Hari ini mereka sudah belajar mengekspresikan diri dan berbahagia bersama Program Studi PLB UNM. Mereka belajar proses sebagai bagian kehidupan dan tahu bahwa ada orang-orang yang mau menerima mereka apa adanya selain orang tua mereka.

Makassar, 12 Januari 2018

PLB UNM, terima kasih sudah memberikan anak-anak itu ruang, waktu, dan kesempatan. Semoga Bapak/Ibu dosen dan kakak-kakak mahasiswi/mahasiwa senantiasa dalam lindungan Allah subhanahu wata’ala.
***

Baca juga tulisan-tulisan tentang pendidikan inklusi dan difabel berikut ini:



Viewing all articles
Browse latest Browse all 1568

Trending Articles