Quantcast
Channel: Mugniar | Mamak Blogger Makassar
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1568

Bukan Dirimu, Tindakanmu yang Kutolak

$
0
0
Kembali kepada keluarga. Saya merenungi perjalanan hidup sekian lama. Setiap anak sebaiknya kembali menjaga orang tuanya di masa tuanya. Dalam dunia nyata, keluarga adalah segalanya. Tentunya bukan menomorduakan Tuhan, sama sekali bukan itu maksudnya. Sebagai umat Islam, ajaran agama masuk ke dalam segala sendi kehidupan termasuk dalam berkeluarga, memperlakukan keluarga, dan seterusnya.

Ketika berada di luar rumah, pulang kepada keluarga adalah sebenar-benarnya pulang. Ketika orang tua sudah berpayah-payah membesarkan sekian tahun, kita adalah tempat mereka pulang. Setiap orang/keluarga tentu punya caranya sendiri. Karena keluarga adalah tempat embrio, baik fisik, karakter, dan tatanan hidup dibesarkan. Yang mana kelak menjadi pondasi ketika melarung pada bahtera kehidupan. Maka sudah sepatutnya mereka yang punya andil besar dalam pondasi itu kembali kepada kita di masa tuanya.


Alhamdulillah, saya masih bersama dua orang tua. Ayah berusia menuju 79 tahun sementara Ibu menuju usia 76 tahun. Saya menyaksikan betapa banyak perubahan yang signifikan. Bukan hanya dari segi fisik, melainkan juga psikologis. Saya harus banyak melakukan penyesuaian di sana-sini demi menjaga mereka. Bukan hanya dari diri saya dan anak-anak, juga dari sekeliling.

Baru-baru ini saya terpaksa saya mengadakan 3 penolakan dari keluarga besar yang berurusan dengan Ibu:

1. Menelepon untuk menghasut.

Seseorang dari kampung menelepon untuk menghasut. Saya tak duga dia akan menghasut. Saya terima teleponnya karena rasa hormat kepada yang lebih tua. Saya sudah tahan informasi kabar jelek yang dia embuskan sejak sepekan sebelumnya ketika tiba-tiba dia menelepon dan menghasut Ibu untuk membenci keluarga kami sendiri. Mengapa saya tahan informasinya? Karena memang tak ada hubungannya dengan Ibu tetapi bisa memancing emosi beliau.

Dengan susah-payah saya berusaha membereskan blunder emosi yang dia sebabkan dengan menelepon kakak-kakak sepupu yang lain di kampung untuk mengklarifikasi. Barulah Ibu tenang dan mau mengerti. Terpaksa nomor si penelepon penghasut itu saya blokir. Saya tak mau dia merusak stabilitas emosi Ibu lagi.

2. Foto catatan pembukuan.

Ibu masih aktif menjadi bendahara di sebuah organisasi. Beberapa kali saya menjadi jembatannya, seperti jembatan antara Ibu dan keluarga besarnya di kota-kota lain, melalui ponsel milik saya. Kali terakhir saya menyampaikan catatan pembukuan, ada hal yang menyebabkan Ibu marah dan saya yang kena getahnya. Hampir pingsan saya waktu itu karena dimarahi padahal bukan kesalahan saya. Kali ini saya tak mau lagi menjadi jembatan catatan pembukuan dengan organisasi mana pun di planet ini yang saya tak terlibat di dalamnya.

Saya katakan kepada Ibu bahwa untuk urusan organisasi, selesaikan secara organisasi jangan libatkan orang lain. Iya kan, tak etis urusan pembukuan yang detail disampaikan melalui orang ketiga yang bukan dari organisasi bersangkutan meskipun keluarga sendiri yang dihubungkan?

Kalau saya salah menyampaikan data, efeknya bisa panjang. Mana pula saya punya kesibukan sendiri. Sebagai ibu tiga anak tanpa ART, saya juga punya kegiatan menulis dan pekerjaan profesional selain pekerjaan rumah tangga yang tak ada habisnya #curhat.

Sudah saya minta anggota organisasi yang lain untuk  membantu Ibu. Saya katakan, tolonglah kalau tak ada yang mau membantu menyelesaikan pencatatan keuangan, jangan libatkan ibu saya lagi. Biarkan beliau tenang. Eh, malah Ibu yang mengomeli saya, katanya beliau tak mau, ini pengabdiannya.

3. Menelepon untuk curhat.

Ada pula istri dari kerabat yang meminta dihubungkan kepada Ibu untuk curhat keadaan suaminya yang sakit-sakitan, yang susah diajak shalat, bla bla bla. Setelah konsultasi kepada kerabat kami yang lain, terpaksa saya menolaknya. Alasannya adalah saat dia curhat terakhir, Ibu begitu kepikiran dan berusaha menghubungi keluarga besar untuk meminta bantuan. Walau kakak sepupu yang dihubungi sudah mengatakan akan diurus oleh yang muda-muda, beliau tetap kepikiranselama berhari-hari dan tetap berusaha melakukan sesuatu.

Terpaksa saya katakan kepada istri kerabat bahwa saya tak bisa menghubungkannya dengan Ibu. Saya sendiri kalau sakit tak berani menceritakan kepada Ibu karena beliau bakal kepikiran. Sebisa mungkin saya menyembunyikan segala keluhan dan gejala. Pun tak pernah menceritakan masalah saya kepada Ibu padahal kami serumah.


Nah kawan, jika kalian punya urusan seperti kerabat-kerabat yang saya tolak itu terhadap mereka yang sudah sepuh, please pikirkan baik-baik cara dan kata-kata kalian. Sudah waktunya orang tua kita hidup dengan tenang. Jangan bebankan masalah yang tak perlu beliau pikirkan, bahkan dengarkan. Ketiga orang yang saya tolak permintaannya di atas tak pernah berada di posisi saya yang berusaha menjadi filter bagi orang tua sendiri. Sekadar pelajaran bersama untuk tak melakukannya kepada orang tua mana pun di muka bumi ini. Hargai mereka supaya di masa tua kelak dirimu juga dihargai orang lain.

Makassar, 22 Januari 2019


Viewing all articles
Browse latest Browse all 1568

Trending Articles