Menulis Konten Perjalanan Ala Blogger Makassar - Keduanya suka traveling, bedanya Ibu Guru Abby Onetysuka solotravelingdan sudah beberapa kali ke luar negeri sendirian sementara Daeng Adda– nama sapaan Asdar Azis, sukanya traveling yang kalau dalam kacamata saya sudah bisalah disebut ekstrem karena petualangan bapak ini sembari bersepeda, bisa sampai ratusan kilo meter jauhnya.
Jujur saja, konten perjalanan ala Daeng Adda memberikan saya inspirasi untuk belajar menulis dengan cara tak biasa. Sejak membaca beberapa tulisannya dan mendapatkan insight dari seorang bloger seniornya Makassar, saya belajar menulis dengan kronologi tak runut.
Tanggal 28 Juli lalu, bertempat di Pisang Nugget Hasanuddin, komunitas blogger Makassar Anging Mammiri mengadakan Tudang Sipulungyang menampilkan kedua traveler ini. Kalau biasanya saya membaca tulisan mereka di blog, kali ini saya bisa mendengar langsung tuturan pengalaman keduanya ketika melakukan perjalanan.
Abby yang senang menuliskan kisah traveling-nya di blog www.abbyonety.comsenang dengan pengalaman baru dalam hal bertemu dengan warga setempat dan tempat baru. Menuliskan catatan perjalanan baginya bukan sekadar memberikan gambaran jujur, namun harus bertanggung jawab terhadap daerah dan masyarakat yang dikunjungi.
Ketika mendapati ada hal buruk di tempat yang didatangi, jangan buru-buru dituliskankarena bisa jadi beberapa hari kemudian ada perbaikan. Sementara apa yang dituliskan akan menjadi abadi dan pembaca mendapatkan gambaran jelek yang juga mengabadi padahal kondisi yang terjadi hanya temporer.
Melakukan riset sebelum bepergian adalah sebuah keharusan. Misalnya jika ingin mengunjungi daerah Kajang, jika kalian meriset apa saja yang harus dipersiapkan maka kalian akan mendapati bahwa mengunjungi Kajang harus dengan pakaian berwarna hitam/gelap.
Menyusun intenerary adalah keharusan pula agar pemanfaatan waktu bisa semaksimal mungkin dalam beperjalanan. Penulisannya nanti berfokus pada tempat atau daerah dengan gaya penulisan masing-masing. Tujuan penulisan, tentunya akan memberikan informasikepada pembaca mengenai obyek wisata, bisa berupa tips ataupun saran.
Abby berpesan agar pejalan mencatat segala yang dialami dan mampu mendeskripsikan tempat yang didatangi dengan baik setelah sebelumnya mengumpulkan informasi melalui literatur yang ada, baik itu melalui buku ataupun website.
Dalam perjalanan, nikmati semua momen dan proses dalam perjalanan, observasi dan perhatikan semua yang terjadi, rasakan semua yang ditemui, dilihat, didengar, dicicipi, dan disentuh, nontonlah televisi dan stasiun radio lokal, wawancara/bertanyalah pada masyarakat sekitar, dan ingat untuk mencatat semuanya.
Oya, dalam menuliskannya, ingatlah untuk mencari tahu sejarah dari tempat yang kita kunjungi supaya bisa menuliskan dengan lebih baik. Bukan hanya mendeskripsikan obyek wisata, tuliskan pula bagaimana mendapatkan tiket dan akomodasimenuju ke sana.
Ketika sesi pertanyaan dibuka, saya bertanya mengenai manfaat apa yang diperoleh Abby selama beberapa kali menuliskan konten perjalanan ketika melakukan solo traveling. Dia menjawab, “Menjadi lebih care dengan orang dan alam dan bisa membantu orang lain yang hendak melakukan perjalanan ke tempat itu.”
Berbeda dengan Abby yang bisa membuat orang tertarik untuk mendatangi tempat yang dikunjunginya, Daeng Addamengungkapkan bahwa catatan perjalanan yang dilaluinya bisa membuat orang tak ingin mendatangi suatu tempat (dengan caranya).
Ya iyalah, saya tak akan pernah mau naik sepeda ratusan kilo meter hanya untuk mendatangi suatu tempat. Andai ke mana-mana bisa naik pesawat dengan harga murah, saya memilih naik pesawat saja meski untuk ke kabupaten lain di Sulawesi Selatan. 😆
Meskipun demikian, saya selalu suka membaca catatan perjalanan Daeng Adda di blog www.daengadda.com. Daeng Adda menuliskannya dengan cara tak biasa. Tak biasanya itu, karena dia tak menuliskannya secara urut kronologi.
Biasanya kan orang menulis secara urutan kronologi, nah tidak demikian dengan Daeng Adda. Alur tulisannya itu maju-mundur. Dalam tulisannya, kita bisa ikut merasakan ketegangan dan keseruanperjalanan bersepedanya yang tak bisa karena menuruni lembah yang jarang didatangi orang, misalnya.
Bahkan ada satu tulisannya yang membuat saya deg-degan karena ada bagian yang menceritakan bagaimana kawannya jatuh ke dalam jurang dan dia harus berusaha menyelamatkan kawannya. Kalian yang suka petualangan, saya kira akan tertarik dengan cerita Daeng Adda. Saya yang bukan petualang ini pun suka tapi tak akan mengikuti jejaknya mengayuh sepeda jauh-jauh. 😅
“Awali dengan indah,”kata Daeng Adda. Ya, saya bertestimoni, awal tulisan Daeng Adda ini membuat saya tertarik untuk melanjutkan membacanya. Sudut pandangyang diambilnya unik karena Daeng Adda mampu menampilkan sebuah hambatan menjadi menarik untuk diceritakan.
Bagaimana bisa demikian, resepnya adalah dengan menggunakan mind mapping. Daeng Adda mampu membuat listmengenai apa saja yang menarik dari topik yang hendak diceritakannya. Misalnya ketika menceritakan kisah perjalanannya di sebuah sungai, beberapa poin dicatat olehnya.
Poin mengenai orang yang baru pertama kali mengayuh kayak di sungai, mengenai desas-desus adanya buaya, mengenai mendayung memakai perahu karet, dan bagaimana agar berhasil mendayung perahu.
Riset juga ditekankan oleh Daeng Adda. Misalnya kalau mau menulis mengenai buaya di sungai Jeneberang, carilah dulu data mengenai buaya di sungai Jeneberang. Dari sekian poin menarik, tentukan mana yang paling menarik. Misalnya bisa dicari tahu apakah ada topik yang sedang viral di antaranya, nah pakai itu sebagai starting point.
Sebagaimana awal yang manis, Daeng Adda juga berpesan pentingnya memberikan penutupan yang menarik dan happy ending. Kalau bisa, yang bikin orang penasaran misalnya dengan memberikan ending yang menggantung. “Penting untuk memberikan kesan yang mendalam,” ujarnya.
Video yang dibuat Daeng Adda, resume perjalanannya dalam tahun 2018
Jujur saja, konten perjalanan ala Daeng Adda memberikan saya inspirasi untuk belajar menulis dengan cara tak biasa. Sejak membaca beberapa tulisannya dan mendapatkan insight dari seorang bloger seniornya Makassar, saya belajar menulis dengan kronologi tak runut.
Satu hal yang saya tanyakan padanya saat sesi tanya jawab adalah mengenai bagaimana caranya melihat banyak daya tarikdari tempat yang dikunjungi. Ya, you know-lah, kebanyakan orang kalau bepergian ya jalan saja. Seorang teman mengakuinya di dalam forum ini, katanya sulit menentukan mana bagian paling menariknya karena rasanya “biasa-biasa saja”.
“Buka rasa, pekalah melihat yang terjadi. Pasti ada yang menarik di tempat itu, pada sejarahnya, atau pada karakter orangnya,” jawab Daeng Adda. Ya, saya setuju, para penulis memang perlu mengasah kepekaannya dalam memaknai sebuah peristiwa, sekecil apapun itu agar mampu menulis dengan baik .
Makassar, 14 Agustus 2019