Drama Ojek Online: Ketika Titah Alamat Membingungkan untuk Ditelusuri- Bersalah sekali rasanya jika memberikan alamat yang tak sesuai kepada driver ojek online. Kalau sudah selesai proses dan baru diketahui, duh entah bagaimana memperbaikinya. Ini pernah saya alami dua kali ketika memesankan kedua orang tua saya Go-Car dengan tujuan Moncongloe (Kabupaten Maros).
“Kan bisa mengetahui titik dari ancar-ancar yang diberikan,” mungkin ada yang mengatakan demikian. Ya kali kalau akurat. Kali kedua memesankan mobil ke Moncongloe, saya sudah menelepon kakak sepupu yang tinggal di sana untuk memastikan titik terdekat yang bisa saya lihat dari peta.
Saya kira aman. Sudah ada petunjuk “dekat situ”, “dekat anu” sembari saya membuka peta dan menentukan titik. Eh ternyata, masih ada 2 kilo meter jaraknya dari lokasi yang sesungguhnya. Rasanya pengen gigit rantai besi kalau sudah begini huhuhu 🙈. Terbayangkan ekspresi driver-nya kayak mana.
Untungnya dapat driver yang sabar. Seorang kakak sepupu yang juga pergi bersama kedua orang tua saya menceritakan prosesnya seperti apa. Kalau ibu saya, tak bisa santai. Parahnya, kalau ada yang tak sesuai harapan, dia marah-marah saja. Maklum, orang tua.
Makanya hanya dua kali saya berkenan memesankan mobil ke Moncongloe. Tak terbayangkan kalau-kalau mendapatkan sopir yang pemarah, bisa rendah performa saya di aplikasi sebagai user. Saya tak mau bintang saya sebagai pengguna ojek online ini turun. Akan berakibat buruk bagi saya kan.
Tak dinyana, pengalaman yang paling mendebarkan akhirnya saya alami lagi. Saat itu, saya harus menemani kedua orang tua pergi melayat keluarga yang meninggal dan saya belum pernah sekali pun ke daerah tersebut.
Alamat yang diberikan tak lengkap. Hanya ada nama jalan, blok, dan nomor. Tak memadai untuk mencari lokasi akuratnya di peta karena tak ada nama bloknya di dalam peta. Saya perhatikan, lokasi perumahan yang dimaksud membentang dari Jalan Tala Salapang hingga Jalan Monumen Emmi Saelan dengan penomoran blok yang tak berurutan. Area itu kan lumayan luas, dududu.
Sesorean itu saya habiskan waktu untuk mencari alamat selengkap-lengkapnya. Napas saya sudah mulai terasa memberat dan terusat di dalam dada. Seperti mau sesak napas! Sungguh situasi drama ojek online yang menguji adrenalin saya! 🙊
Rasa tegang mulai meningkat. Perjalanan menggunakan mobil ojek di waktu malam dengan ibunda yang sudah memiliki track record tidak sabaran dalam perjalanan tak jelas seperti ini sudah merupakan kode yang memadai dan membuat saya merasa tegang.
Ketegangan yang meningkat secara perlahan menuntun saya untuk terus mencari keterangan selengkap-lengkapnya mengenai alamat yang hendak kami datangi. Seorang sepupu yang saya hubungi hanya bisa mengatakan, “Bilang sama sopir, kalau masuk Tala Salapang, ada itu bendera putih, nanti belok kiri, ada bendera putih lagi. Pokoknya bilang saja di jalan anu, blok anu, sopir tahu itu!”
Oh Tuhan, penjelasan “pokoknya bilang saja sama sopir” dan “sopir tahu itu” yang paling saya takutkan. Rasanya saya terbebani karena tak bisa menentukan titik yang akurat di dalam peta. Saya tak ingin dicap sebagai user yang tak kompeten #halah 😒.
Seorang sepupu yang lain baru mengabari setelah saya memesan GOJEK. “Dekat Puskesmas Mangasa,” katanya. Alhamdulillah, ada sedikit kejelasan. Area pencarian menjadi lebih sempit dengan petunjuk ini.
Untungnya sopir Go-Car yang saya hubungi mengatakan tak masalah dengan penentuan nama kompleks saja di peta. Untungnya lagi, sekarang sudah zaman media sosial. Saya mendapatkan tambahan informasi lagi ketika mencoba browsing di Facebook, berbekal kata kunci nama almarhumah dan kata “alamat”.
Maka dimulailah pencarian dalam kegelapan dengan tanda tanya memenuhi benak dan ketegangan memenuhi debaran jantung. Ibu saya sudah mulai ribut ketika mendapati kemacetan lalu-lintas di jalan A. P. Pettarani dan mengandalkan ingatannya yang pernah melalui Jalan Syech Yusuf menuju ke rumah duka.
Saya makin tegang saja karena jalan Syech Yusuf dari rumah kami itu lebih jauh jaraknya dibandingkan jalan Tala Salapang dan jalan Monumen Emmi Saelan. Mana mungkin kami ke sana dulu untuk mencari rumah duka? Hua, ini drama ojek online yang tak ingin saya hadapi lagi. 😰
Ketegangan saya menaik ketika kami berputar sejenak di sekitar Puskesmas Mangasa demi mencari rumah duka. Pak driver mengabaikan ketika saya bilang belok kanan. Dia malah lurus ke depan. Saya mencoba menelepon seorang sepupu. Darinya mendapatkan sinyal bahwa kami seharusnya belok kanan, seperti yang saya instruksikan kepada pak sopir sebelumnya.
Dalam perjalanan ini saya mendapatkan perjalanan bahwa persiapan informasimemang harus sebanyak-banyaknya diketahui. Ketidakakuratan di map bisa diakal-akali dengan mencari informasi pada orang-orang yang kira-kira tahu dan media sosial. Yang penting ada kata kunci yang akurat. Benarlah kata pepatah, “Di mana ada kemauan, di situ ada jalan”.
Untungnya si sopir sabar menemani kami mencari alamat, dia tak mengeluh sama sekali. Akhirnya alamat kerabat yang berpulang itu ditemukan. Sekarang tinggal menikmati ketegangan menentukan titik jemput dan mengarahkan driver menemukan lokasi kami untuk pulang ke rumah. Itu cerita lain lagi.
Saya memperkirakan, ketegangan yang saya dapatkan bisa lebih lagi karena berdasarkan pengalaman, penentuan titik jemput kadang-kadang meleset jika hanya mengandalkan titik biru di map.
Bagaimana saya bisa menentukannya dengan akurat di peta sementara saya tak bisa mengarahkan si driver? Sementara orang-orang yang saya tanyakan hanya berkata, “Pokoknya bilang saja begini sama sopir, dia tahu itu!” Hiks.
Singkat cerita perkiraan saya tak terbukti. Pulang ke rumah jauh lebih mudah karena saya menemukan driver yang mengenal saya dan pak suami dan dia ingat jalan menuju rumah kami. Dia adik tingkat kami di kampus. Begitu saya muncul dia bertanya, “Kita’ Mugniar Marakarma? Istrinya Pak Solihin?”
Terkejut, saya menatapnya dan memeriksa kembali nama driver yang tertera di aplikasi. “Hei …. Kamu, rupanya ….” Suasana pulang ke rumah lebih tenang dan lega karena diantarai candaan. Baiknya lagi, dia tak mau dibayar sama sekali. Dia menggeleng keras ketika saya menyodorkan uang, “Tidak mau ka’ ambil,” katanya.
“Eh, jangan begitu. Ini kan tercatat di aplikasi. Ambil ki’,” ujar saya.
“Tidak. Pokoknya tidak mau ka’. Jangan maki’,” buru-buru dia menuju ke kursi pengemudi.
Alhamdulillah. Terima kasih, Kawan. Masya Allah, ini rezeki silaturahmi yang masih terjaga meskipun sudah lama sekali tak bersua. Semoga rezekimu lancar dan berkah, ya Kawan.
Makassar, 23 Agustus 2019
Baca juga:
- Drama Ojek Online: Ketika Si Bungsu Dituduh Merusakkan Mobil
- Tip Buat Babang Ojek Online
- Drama Ojek Online: Bahagia yang Sederhana
- Drama Ojek Online: Dibentak Driver
- Memilih Ojek Online yang Aman dan Nyaman