Quantcast
Channel: Mugniar | Mamak Blogger Makassar
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1568

Interupsi yang Bikin Sang Mystery Shopper Gagal Beraksi

$
0
0
Kenapa ya, kalau blogger sering menuliskan hasil “anjangsana”-nya disangka sibuk pakai banget. Misalnya seperti saya yang suka menuliskan kegiatan saya, beberapa kali disangka orang sebagai perempuan sibuk, mirip-mirip perempuan karier begitu. Padahal saya keluar rumah jarang-jarang lho. Sudah bagus kalau saya bisa keluar rumah sekali seminggu.

Begitu pun saya lihat teman-teman emak blogger yang aktivitas luar rumahnya senantiasa diabadikan ke dalam blog, ada yang menganggap keluarganya jadi kurang perhatian. Padahal hanya berkesan begitu saja. Yang sebenarnya saya dan emak-emak blogger lainnya jauh lebih banyak berada di dalam rumah, menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta.

Kalau saya terkesan sibuk sekali, mungkin karena saya bisa cerita banyak melalui tulisan. Untuk satu kegiatan saja saya bisa tuangkan ke dalam dua, tiga, bahkan sampai delapan tulisan. Saya pernah menuliskan kegiatan dua hari saya (pelatihan dari pagi sampai sore) ke dalam delapan tulisan. Kesannya kayak super sibuk, kan?

Ah sudahlah. Yang tahu tentunya kami sendiri. Bagaimana beraktivitas tentunya sudah kami komunikasikan dengan suami masing-masing. Orang-orang cuma melihat luarnya saja.


Aktivitas luar rumah saya, biasanya tak lepas dari suami (beliau sendiri yang pengen ngantar-jemput, kenapa tidak? :)). Paling kurang suami mengantar sampai di lokasi lalu menjemput kembali. Saat saya berkegiatan, biasanya suami yang menemani anak-anak. Kecuali kalau ia juga sedang ada kegiatan maka kami menitipkan anak-anak pada seorang kerabat agar ayah dan ibu saya tidak terlalu direpotkan oleh cucu-cucunya yang senantiasa mengorbit pada lintasan tak beraturan.

Tak selalu pula rencana keluar rumah saya berlangsung mulus. Bisa saja tiba-tiba ada interupsi atau hal-hal yang tak terelakkan. Misalnya saat pekan lalu hendak menjalankan tugas sebagai mystery shopper.

Rencananya si bungsu Afyad ikut. Papanya yang akan menemaninya selama saya berkeliling toko di sebuah pusat perbelanjaan. Kami berencana berangkat ke pusat perbelanjaan tujuan setelah Athifah berangkat sekolah biar tidak perlu membawa dua anak. Bukan bermaksud pilih kasih, kalau dua anak ini dibawa, mereka suka berkolaborasi membuat gerakan-gerakan tak terduga dan bereksplorasi ke sana ke mari. Membuat saya dan papanya kewalahan dan kelelahan. Kalau Afyad sendiri yang dibawa, dia cenderung lebih adem karena provokatornya tidak ada.

Saat hendak menyiapkan peralatan yang akan digunakan, barulah saya sadar, saya tak melihat handphonesaya selama berjam-jam terakhir.

“Fiq, mana hape Mama?” tanya saya pada Affiq yang saat itu tak masuk sekolah karena sedang pemulihan kondisi fisiknya yang baru mulai sembuh dari sakit.

“Afyad dan Athifah yang mainkan tadi,” jawab Affiq.

“Afyad, mana hape Mama?” tanya saya pada Afyad.

“Ayo cari!” sambung saya lagi.

Afyad bergegas mencari handphone putih saya. Ia mengekori papanya yang sedang membantu mencarikan ponsel itu, mengelilingi ruangan demi ruangan di dalam rumah.

Tak ada getar sama sekali. Getar? Hiks, iya. Hape saya rusak pengeras suaranya, hanya bisa bergetar. Tapi getarannya memadai untuk menemukannya ... asal barang itu berada di dalam rumah. Tapi kali ini, sama sekali tak ada bunyi getarannya. Sama sekali tak ada.

Astaga. Berarti barang itu tak berada di dalam rumah! Di mana dia?

Kepala saya mulai berdenyut-denyut. Kalau tak ada barang ini, saya tak bisa menjalankan tugas sebagai mystery shopper. Handphone mutlak diperlukan oleh mystery shopper Helion. Saya harus memotret beberapa hal yang diinstruksikan di dalam skenario.

Di mana hape saya?

“Duh, di mana dong, hape Mama, Nak?” tanya saya lagi pada Affiq.

“Tadi Afyad kasih ke Athifah,” ujar Affiq.


Saya mengingat-ingat, apa yang sedang dilakukan Athifah sebelum berangkat sekolah tadi. Ia sedang bermain tadi. Biasanya ia, memotret perminannya ketika bermain. Bisa jadi, setelah memotret mainannya, ia menyimpan hape di dalam tas sekolahnya supaya hape tak diambil oleh Afyad.

Ah, ya ...  sepertinya hape saya ada di dalam tas sekolahnya! Bisa jadi demikian, soalnya handphone itu sudah pernah terbawa oleh Athifah ke sekolahnya.

“Pa, coba telepon guru Athifah, minta supaya bisa bicara sebentar dengan Athifah dan tanyakan hapeku,” pinta saya kepada suami.

Suami saya menelepon wali kelas Athifah. Pak Hazairin memberikan handphonenya kepada Athifah. Saat ditanyakan soal handphone saya, Athifah mengatakan “tidak tahu”. Waduh. Bagaimana, dong?

“Hm ... kayaknya Athifah tidak sadar hapeku ada di dalam tasnya, Pa. Mungkin Afyad yang memasukkannya.”

“Bisa jadi.”

“Ya sudah, saya ndak bisa mi pergi. Bagaimana bisa pergi.”

“Pakai saja hapeku.”

Ndak bisa begitu. Hapeku itu tanda kalau memang benar-benar saya yang melakukan tugas mystery shopper. Kalau saya pakai hape ta’, bisa-bisa saat Helion memeriksanya, dikira kita’ yang menjalankan tugasku.”

Miroslav Rashev, Panel Manager untuk wilayah Indonesia pernah menekankan kepada saya bahwa pasangan suami-istri bisa saja menjad mystery shopper tapi harus masing-masing mengerjakan sendiri tugas-tugasnya. Seperti saya, suami saya pun menjalankan tugas sebagai mystery shopper.Kata Miroslav, pernah ada satu orang Indonesia membuat beberapa akun untuk mendapatkan banyak job. Helion sangat ketat. Hal ini dianggap pelanggaran. Kalau melanggar, akunnya bisa dinonaktifkan.

“Kalau begitu pakai tablet saja.”

“Ya ndak bisa, dong. Kan ndak bisa ki’ memotret dengan sembunyi-sembunyi kalau pakai tablet. Ambil gambarnya kan harus sembunyi-sembunyi.”

“O iya di’.

Maka hari itu saya batal keluar rumah. Untungnya deadline pengerjaan tugas masih ada sehari lagi. Masih ada kesempatan keesokan harinya. Tapi saya masih memikirkan handphone itu. Athifah itu masih suka ceroboh. Dia bisa meninggalkan tasnya terbuka begitu saja, di mana saja, kemudian pergi bermain di tempat lain. Sudah beberapa kali saya atau papanya mendapatinya begitu. Kalau dia seperti itu lagi, duh ... hape saya bisa hilang.

Suami saya pun pergi beraktivitas. Untungnya dia bukan pegawai yang terikat di sebuah tempat. Waktu kerjanya fleksibel. Sebelum ke tempat tujuan, ia mampir ke sekolah Athifah. Saat itu Athifah sedang mengikuti pelajaran Olah Raga. Suami saya minta izin kepada wali kelas Athifah untuk mengambil tas sekolah Athifah sebentar.

TING TONG! Handphone saya ternyata memang berada di dalam tas sekolah Athifah. Segera suami saya mengamankannya dan berpamitan kepada Pak Hazairin.

Saat kejadian ini kami konfirmasikan kepada Athifah sepulangnya dari sekolah, ia tak langsung ingat. Beberapa saat kemudian baru dia mengingat detailnya, “Oiya Ma, tadi saya masukkan hape Mama ke dalam tas kecil tempat kartu. Tas kecilnya saya masukkan ke dalam tas sekolahku. Saya lupa kalau ada hapenya Mama di situ.”

Makassar, 9 November 2015




Viewing all articles
Browse latest Browse all 1568

Trending Articles