Quantcast
Channel: Mugniar | Mamak Blogger Makassar
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1572

Merusuh di Dunia Maya untuk Harapan yang Lebih Baik

$
0
0
Merusuh di dunia maya sebenarnya sudah beberapa kali saya lakukan. Apa yang saya ceritakan di tulisan berjudul Lakukan Sesuatu untuk Hentikan Gaya Menulis Cabulbukanlah usaha melakukan perubahan yang pertama kali saya lakukan dengan cara merusuh di dunia maya.

 
Tiga usaha saya yang sebelumnya pernah saya lakukan adalah:

1. Mengusahakan hak saya agar bisa menerima hadiah lomba berupa laptop.


Saya hampir saja tidak menerima laptop dengan alasan sudah dihubungi padahal tidak pernah ada yang menghubungi saya. Berkat kawan-kawan di komunitas blogger Anging Mammiri, akhirnya saya menemukan jalur untuk mengusahakan hak saya. Saat menghubungi mantan panitia (karena event besar yang menjadi latar belakang lomba, makanya pakai kata “mantan”) sudah berakhir, saya sempat mengatakan, “Saya bukan blogger, Mbak kalau tidak menuliskan kejadian ini. Sebagai kenangan buat saya meski saya ikhlas kalau bukan rezeki saya.” Kayak ikhlas, ya padahal mengancam.

Nah, cerita tentang ini bisa baca di tulisan berjudul ICT USO EXPO 2013: Katanya Saya Memenangkan Notebook Tapi Hadiahnya Diterbangkan Angin dan Semangat Baru Pasca Kejadian Tak Enak Itu (tahun 2013). Hasilnya? Banyak kawan blogger yang membantu blow up kejadian ini dengan cara berkomentar di post saya dan dengan me-retweet kicauan saya kepada akun instansi penyelenggara event besar itu. Alhamdulillah hadiah notebook akhirnya saya terima dengan selamat selang beberapa hari kemudian.

2. Menyarankan seorang artis top agar menyuguhkan tayangan yang lebih baik lagi.



Protes saya berupa tulisan, tweet, dan aduan ke website KPI itu saya buat terkait dengan tayangan untuk anak yang dibintangi anak si selebritas itu tidak pantas ditonton anak-anak. Sayangnya tayangannya disajikan pada waktu tayang anak-anak dan memang ditujukan buat anak-anak. Awalnya ingin mendiamkan namun karena gemas, dan waktu untuk menulis ada maka jadilah tulisan protes saya.

Anda bisa membacanya di tulisan berjudul Mengumbar Rahasia Pribadi Seseorang di Televisi dalam Siaran Langsung Adalah BULLY! dan Menjadi Nyamuk yang Mengganggu Monster Raksasa(tahun 2014). Hasilnya? Saya di-follow akun Twitter sang selebritas dan diajak berdiskusi via direct message. Saya jelaskan bahwa rating tinggi bukan berarti kemauan seluruh masyarakat Indonesia. Yang eneg macam saya banyak, makanya mereka tidak mau nonton. Tapi diskusinya baik-baik dan hasilnya pun baik-baik. Setelah itu, setahu saya tidak ada lagi tayangan serupa itu muncul di media.

3. Protes kepada penyelenggara infotainment yang sensasional.


Waktu itu saya nge-tweet sebuah akun milik rumah produksi infotainment yang tayang di sebuah stasiun televisi swasta karena tayangan yang tidak semestinya. Saat itu kebetulan saya menemukan channel tivi yang menyajikan informasi terkait aksi bunuh diri live seorang bapak di akun pribadi Facebook-nya. Namun sayangnya, infotainment sangat menyoroti istri almarhum. Saya menangkap kesan, narasi infotainment dibuat seperti hendak menggiring opini penontonnya untuk menyalahkan si istri karena sebelum bunuh diri, almarhum diketahui bertengkar dengan istrinya. Sudah begitu, wajah si istri diekspos berkali-kali pula tanpa ditutupi sama sekali. Tega sekali. Almarhum kan punya anak, tidakkah yang membuat acara berpikir bagaimana perasaan si anak jika sekitarnya mencercanya akibat tayangan itu? Tidakkah merasa bersalah seenaknya mengekspos istri si bapak yang tidak ada di tempat kejadian saat maut menjemput suaminya?

Saat itu kicauan saya disambut beberapa kawan. Saya mention rumah produksi sekaligus dengan stasiun televisinya. Saya tak mengetahui apakah ada dampak dari usaha saya dan saya pun tak mengukur dampaknya. Yang jelas saya sudah berusaha melakukan sesuatu, ketimbang diam.


Ketiga hal itu cerita usaha saya merusuh di media sosial. Pernah pula saya melaporkan kepada orang media perihal tayangan tak elok di medianya. Kali itu saya tak mau meributkan di media sosial karena saya punya beberapa kawan yang bekerja di dalam media tersebut jadi saya menyampaikannya saja langsung. Saya pikir cukup dengan demikian saja, maksudnya dengan menyampaikan secara pribadi saja.

Saat itu sebuah stasiun televisi lokal meliput kasus kekerasan seksual pada anak di sebuah sekolah dasar. Apesnya, papan nama sekolah jelas terpampang di layar kaca. Begitu pun ruang kelasnya, dengan tulisan nama kelas di atas pintu masuk. Bahkan sampai meja si anak. Memang nama si anak tak disebutkan tetapi dengan memperlihatkan papan nama sekolah dan kelas si anak, lambat-laun identitasnya akan terungkap juga. Lantas setelah terungkap, apakah si stasiun tivi yang menanggung rasa malunya?

Saat saya menyampaikan kepada teman, dia menyarankan saya untuk mengirimkan email resmi ke medianya. Saat itu karena banyak hal, saya akhirnya terlupa mengirimkan email. Sempat juga terpikir, kenapa saya harus mengirimkan email, ya, kan tinggal membicarakannya dengan rekan-rekan kerjanya saja. Tapi setelah saya pikir-pikir kembali, seharusnya memang seperti itu, ya. Biar jadi “pengaduan resmi”, agar lebih diperhatikan oleh media yang bersangkutan.

Pemberitaan/penulisan isu anak, ada yang harus diperhatikan. Gambar dari
Panduan Jurnalis dalam Meliput Isu Anak. Jika berminat ebook tentang ini, simak
sampai habis, ya.
Jangan seenaknya meliput/menulis isu anak. Gambar berasal dari ebook
Panduan Jurnalis dalam Meliput Isu Anak. Jika berminat ebook tentang ini,
ada caranya di bagian akhir, ya.
Sejak mengikuti pelatihan-pelatihan dan talkshow-talkshow yang membahas tentang media yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, LBH APIK, BaKTI, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, saya mulai mencoba melakukan sesuatu yang mungkin saja bisa berdampak kepada sebuah perubahan. Saya tak berharap banyak. Bisa saja tidak ada perubahan sama sekali yang terjadi. Tetapi setidaknya, dengan mengusahakan menyosialisasikannya, paling tidak kepada satu orang, mungkin saja bermanfaat bagi orang tersebut. Toh tak ada ruginya, kan. Dibanding bersikap apatis dengan menganggap melakukan sesuatu tidak perlu karena terlalu banyak kebobrokan di muka bumi ini, jauh lebih bagus bersikap positif dengan melakukan sesuatu meskipun kecil, ya, kan? Yakinlah, sebuah catatan amal – sekecil apapun itu tidak pernah ada ruginya!

Makassar, 20 Februari 2018

Catatan:

Oya, kalau mau, saya bisa kirimkan via email ebook gratisBuku Panduan Jurnalis Berperspektif Perempuan dan Anak dan Panduan Jurnalis dalam Meliput Isu Anak yang diterbitkan oleh BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia), dan AJI Makassar, bekerja sama dengan Konsulat Jenderal Australia agar kita bisa lebih paham bagaimana seharusnya penulisan isu anak dan perempuan itu (terlebih yang terkait dengan kasus kekerasan). Salah satu manfaatnya adalah kita bisa ikut dalam melakukan perubahan meski kecil melalui jemari kita. Jika berminat, silakan tuliskan alamat email Anda di kotak komentar di bawah ini.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 1572

Trending Articles