Tunggu punya tunggu, bentor on callyang sudah dipesan sejak pukul setengah tujuh belum datang juga. Padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.45 - ini waktu yang saya minta Daeng Ondo, sang pengemudi bentor untuk stand bydepan rumah guna menjemput si tengah, putri satu-satunya ke sekolah. Sudah beberapa kali kami memakai jasa Daeng Ondo untuk mengantar/jemput nona mungil kami.
Keluar dari rumah, persis di perempatan saya melempar pandangan sejauh-jauhnya. Dari keempat penjuru mata angin, tak tampak sepotong pun bentor milik Daeng Ondo. Walau dari arah rumahnya, di sebelah utara yang hanya berjarak kurang dari 100 meter dari sini, juga tak ada bentornya terparkir. Di manakah gerangan dirimu, Daeng? Tidakkah kau tahu diriku menunggumu? 😥 Lebay! 😝
Saya pun memutuskan meneleponnya, "Daeng, di mana ki'?"(artinya: Anda di mana)
"Ada ma' di depan rumah," jawabnya dari seberang sana, menyatakan sudah berada di depan rumah kami.
"Di mana? Ada ka' depan rumah na ndak ada ki'? weh, saya sudah berada di depan rumah tapi tidak melihatnya dan dia mengatakan ada di depan rumah kami? Di mana Daeng Ondo?
"Di depan rumahnya Pak Jon," hei, kenapa dia di depan rumah Pak Jon?
"Eh, salah jemput ki'. Saya yang telepon ki' tadi. Saya 'ini' (menyebut identitas saya yang dikenal di daeng bentor), anakku yang kita' antar kemarin, yang sekolahnya di es de anu (menyebut nama sekolah si tengah)."
“Kita’ yang telepon tadi?” ya iyalah, siapa lagi, Daeng?Ucap saya dalam hati 😖
"Ooooh saya kira dari rumahnya Pak Jon,"duh Daeng Ondo, berkali-kali sudah saya meneleponnya untuk memesan bentornya tetapi rupanya tak pernah dia save nomor ponsel saya. Apakah harus saya yang menyimpankan nomor saya di dalam ponselnya? 😑
Tak lama kemudian Daeng Ondo sembari tersenyum lebar muncul mengendarai bentornya dari arah barat, "Sama ki suara ta' dengan yang di sana."
"Aih, kukira kita' tahu ja', Daeng ka kita' ndak tanya-tanya dari siapa. Jadi saya juga ndak bilang-bilang dari siapa," haha rupanya eike yang ge er, mengira nomor HP sudah disimpan oleh si daeng. Ternyata tidak, ya.
Sebagai pengemudi bentor on call, Daeng Ondo banyak pelanggannya di sekitar sini karena mudah janjian dengannya melalui ponsel. Namun sayangnya dia belum teliti menyimpan nomor ponsel para pelanggannya. Well, mungkin suatu hari nanti saya harus memaksanya eh memintanya untuk menyimpan nomor saya baik-baik biar tidak salah jemput. Untungnya yang dijemput dalam kisah ini tinggalnya tak jauh dari rumah kami. Untungnya juga, tidak ada yang mencegatnya di tengah jalan dan dia kira yang mencegatnya itu yang meneleponnya pagi-pagi. Eh kenapa malah saya yang berimajinasi membuat kisah lain? 😅
***
Ini mi ini kalo tukang bentor banyak langgananna baru ndak na save ki nomor ta' padahal berkali-kali ma' telepon ki untuk order bentorna, na sotta ki.
Artinya: Beginilah kalau tukang bentor banyak langganannya tapi tidak nge-save nomor saya padahal saya sudah berkali-kali telepon dia untuk order bentornya sementara dia sok tahu. 😁
Makassar, 19 Februari 2018