Quantcast
Channel: Mugniar | Mamak Blogger Makassar
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1574

Pendidikan Luar Sekolah: Support System dan Kualitas Diri

$
0
0
“Banyak sekali orang kutemui yang bikin saya kagum, Cha. Mereka sukses dengan gaya masing-masing. Persamaannya adalah, mereka tidak semata-mata kuliah saja. Selama kuliah, karakternya terasah. Juga berbagai kemampuan, termasuk soft skill. Dan di Makassar saat ini sudah banyak sekali tempat belajar bagus.”

Itu penggalan percakapan saya dengan seorang kawan lama. Kami saling menanyakan kabar sulung kami masing-masing yang menjalani proses SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Jalur SNMPTN ini jalur bebas tes. Tiket pertama untuk masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri) tanpa tes, hanya melalui seleksi berkas (rapor) dan kelengkapan lain.


Saya tak menduga si sulung Affiq nilai-nilai rapornya memadai untuk ikut dalam persaingan SNMPTN karena baru akhir-akhir ini saja ada lonjakan berarti pada nilai rapornya. Saya memang tak pernah memaksanya atau sekadar memotivasinya untuk mendapatkan ranking.

Sebab sejatinya memang ranking bukanlah yang utama. Yang paling penting dalam sebuah proses belajar adalah: dia sungguh-sungguh belajar, dia berkemauan kuat untuk belajar, dan dia pahami apa yang dia pelajari.

Jadi, ketika suatu hari Affiq bilang dia terverifikasi untuk ikut jalur SNMPTN, saya excited. Pun ketika menjadi saksi keteguhannya menunggui website-nya selama sepekanan untuk input dan melengkapi berkas, saya bersyukur dia sudah punya sedikit modal untuk melangkah.


Ayuni Nur Fitrah, mahasiswi jelang 22 tahun. Saya
bertemu pada TtT Womenwill bulan lalu. Ayu merupakah
pengusaha jamur beromzet 1,5 - 2 juta per hari.

Saya menyarankan mengambil pilihan yang dia sukai di sebuah kampus negeri di tengah kota. Realistis untuk nilainya dan sesuai dengan harapan saya seperti yang saya obrolkan dengan kawan.

“Banyak saya temui kegiatan menarik di Makassar yang kalau kuliahnya di Makassar bisa diikuti. In syaa Allah banyak orang dan tempat belajar yang bisa ditempati "magang". Banyak anak universitas terkenal sekarang terlalu sibuk kuliah, susah memperkaya diri dengan soft skill dan keterampilan lain  padahal pada kenyataannya, dua kemampuan itu penting,” ucap saya lagi.

Harapan saya adalah tempat kuliah yang berada di tengah kota jadi selepas kuliah, si sulung masih bisa mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra lainnya. Termasuk mengunjungi tempat-tempat dan orang-orang yang mumpuni di bidangnya. 
“Banyak ka' ketemu orang bagus Icha, mereka bukan dari kampus terkenal. Tapi kekuatan diri mereka yang bikin mereka jadi bagus,” imbuh saya.
Pada kenyataannya demikian, kan. Menjadi lulusan sekolah terbaik bukanlah point yang paling penting kalau kualitas diri tidak terus-menerus ditingkatkan.

Dan saya lihat, kualitas itu berhubungan dengan soft skill dan keterampilan yang matching dengan dunia kerja atau bahkan mampu menciptakan lapangan kerja. Seiring berjalannya waktu, definisi sukses buat saya bukanlah sekadar punya uang banyak tetapi kualitas dirinya bagus. Di mana kualitas diri yang brilian didukung oleh kemampuannya memberi manfaat bagi masyarakat nantinya.

Affiq mempelajari cara membuat video meme
ketika duduk di bangku SMP kelas dan menjadi
salah satu admin di grupVideo Meme Indonesia

Ya, dalam perjalanan kehidupan, saya menemukan orang-orang demikian dan saya terpesona dengan pancaran aura mereka! Aktivitas ngeblog saya selama ini telah memperluas jejaring pertemanan saya. Untuk minat si sulung pada dunia IT dan desain grafis, saya dan pak suami bisa mengenalkannya kepada para praktisi yang telah bergelut dalam dunia kreatif, digital, dan keriwausahaan.

Preferensi saya saat ini dalam mendukung si sulung adalah dengan mengusahakan support system, di antaranya adalah dengan mempertemukannya dengan para praktisi untuk memperkaya pengetahuan dan pengalamannya, membantunya menguatkan karakter positif, memfasilitasi/mencarikan wadah untuk mengembangkan soft skill, hard skill, dan memantaskan diri menjadi motivatornya.

Tak dinyana, usai bincang-bincang dengan kawan lama itu, saat tengah browsingsaya menemukan hasil penelitian dari  Thomas J. Stanley, Ph.D. Thomas J. Stanley[1]memetakan 100 faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan seseorang berdasarkan survey terhadap 733 miliuner di Amerika Serikat.

15 postingan dari akun Instagram Affiq

Risetnya menemukan bahwa nilai baik (apakah itu NEM, IPK, dan ranking) ternyata hanyalah merupakan faktor sukses nomor urut ke-30. Sedangkan faktor IQ berada pada urutan ke-21 dan bersekolah di sekolah favorit di urutan ke-22[2]. Menemukan ini bak gayung bersambut buat saya. Makin meneguhkan perkiraan saya.

Di sisi lain, hasil penelitian Employment Research Institute tahun 2005 mengungkapkan bahwa hard skill hanya berkontribusi sebesar 18% terhadap kesuksesan seseorang. Sisanya 82% disumbangkan oleh kemampuan soft skill[3].

Namun demikian hard skill diperlukan pula ketika memasuki dunia kerja. Kita ketahui bersama, sering kali hard skill kurang dimiliki secara memadai oleh seorang fresh graduate lulusan perguruan tinggi. Sementara perusahaan menginginkan tenaga kerja yang sudah memiliki kemampuan tertentu. Link and match antara pendidikan tinggi dan dunia kerja belum sepenuhnya terpenuhi!

Bagi mereka yang sudah sempat memperkaya dirinya dengan aneka soft skill dan hard skill sebelum memasuki dunia kerja tentunya akan lebih disenangi perusahaan. Atau bahkan bisa membuka lapangan kerja di usia yang masih sangat muda.

Support system untuk membangun hard skill dan soft skill.

Nah, untuk sulung saya, sudah ketahuan minatnya di bidang IT dan desain grafis. Jadi saya berharap dia bisa mengembangkan kemampuannya itu dengan hal-hal baru. Basic-nya, sih sudah ada. Dia belajar menggunakan software Adobe Flash secara otodidak sejak duduk di bangku SMP untuk membuat video meme.

Dia juga belajar mandiri menggunakan Photoshop dan Corel Draw untuk mendesain. Sudah pernah menerima orderan desain baligho pula. Semoga kelak dia bersedia diajak mengasah kemampuan berkomunikasi dan berdiplomasi, juga belajar berwira usaha.


Itu harapan saya, sih. Semoga saja bisa sejalan dengan dia nantinya. Nah, di sinilah pentingnya peran pendidikan di luar sekolah – untuk mengembangkan hard skill dan soft skill. Saya sudah mengantongi beberapa nama yang bisa saya referensikan kepadanya. Selain itu, masih mencari-cari lagi. Alangkah bagusnya kalau dia bisa belajar dengan lebih terstruktur, dengan silabus yang terencana dan diajar oleh para praktisi di bidangnya.

Suatu hari, ketika sedang browsing-browsing di internet, ketemulah nama DUMET School. Rupanya Dumet School ini merupakan tempat kursus dengan 9 program. Beberapa di antaranya adalah Web Master, Graphic Design, Digital Marketing, Web Programming, Web Design, Mobile Apps, dan Motion Graphic. Wow, kemampuan ini semua dibutuhkan Affiq!

Sayangnya waktu saya bertanya kepada customer service-nya – Mbak Selly di website Dumet School, saya mendapatkan jawaban bahwa tak ada online course untuk beragam kursus ini. Menurut Mbak Selly, untuk kursus seperti ini, metode tatap muka adalah yang paling baik. Benar juga sih.


Testimoni Dumet School

“Banyak juga peserta kami yang berasal dari Makassar, Bu Niar,” ujar Mbak Selly.

Hm, wajar sih.  Telah lebih dari 8000 peserta kursus di Dumet School yang berasal dari sekolah, universitas, instansi pemerintah, dan perusahaan ternama. Sudah begitu banyak testimoni bertebaran. Wajar saja jika warga kota lain bela-belain ke sana untuk belajar.

Bagi kalian yang berdomisili di Jakarta dan Depok, tentunya mudah saja mencari lokasi yang cocok dari website-nya. Kalian akan dibantu memilih jenis kursus yang tepat jika masih bingung. Selain itu, beragam artikel bisa dibaca di website Dumet School untuk memperkaya pengetahuan Anda. Harapan saya semoga saja kelak Dumet School akan buka cabang di kota Makassar dan mencerdaskan lebih banyak orang lagi.

Makassar, 22 Februari 2019

Tulisan ini diikutkan lomba Dumet School untuk bulan Februari 2019



[1] Thomas J. Stanley, Ph.D  adalah penulis dan ahli teori bisnis Amerika. Dia adalah penulis dan rekan penulis beberapa buku pemenang penghargaan tentang orang-orang Amerika yang kaya, termasuk penjual buku New York Times, The Millionaire Next Door dan The Millionaire Mind (Wikipedia).

[2]Ingin baca yang lebih lengkap, hingga nomor 30, bisa simak di http://matematikadetik.com/100-faktor-sukses-apa-saja-yang-termasuk-10-besar/.

[3] Dikutip dari buku Public Speaking Mastery yang ditulis oleh Ongky Hojanto, diterbitkan oleh GPU, halaman 18 – 19.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 1574

Trending Articles